Mei ke 21

jadi begini, sudah berapa mei yang kau lewati? 
mereka bilang, mei adalah bulan dewi maia. dewi musim semi. dimana para pria tampan dan gadis cantik bersanding menari. kelihatannya menyenangkan. 
tahun ini aku merayakan mei ke-21. belasan di usiaku sudah usai. bulatan di bilangan umurku pun pecah sudah.  aku dicabut langit dari titel remaja. dia bilang aku harus siap jadi orang dewasa. perempuan dewasa tepatnya. aku tertawa geli. sejak kapan kedewasaan dibatasi usia? 
apa aku harus melompati batu juga?


kata seorang temanku, usia 20 adalah usia yang luar biasa sibuk. aku mengamininya dengan syahdu. suatu hari aku tuangkan saja diskusi konyol kemarin itu. usia 20 adalah usia yang sibuk. sibuk berharap. sibuk memberi harapan. sibuk patah hati dan mematahkan hati orang lain. sibuk menyiapkan, sibuk menyudahi. 

sibuk sekali. 
berbelas nama memberikan jempolnya. aku tertawa pelan. ternyata mereka juga. sibuk dengan kesibukan masing-masing. 


selama menuju mei ke-21, aku juga sibuk. lagi-lagi sibuk masalah hati. sibuk bahagia. sibuk juga gugu. 

seseorang dengan baiknya membentangkan halaman langit di bumiku. tentu dengan senang hati aku menatapnya lama-lama. biru, biru sekali. cantik, cantik sekali. pernahkah kau menangis terharu karena suatu hal yang begitu cantik? 
usiaku 20 dan mencintai langit. 
tapi, seperti ketakutan sang jenderal napoleon, langit runtuh. 
langit cantik biruku runtuh. aku masygul dan mendadak bisu.


***


beberapa malam, aku pernah benar-benar merasa kesepian. kamar bukan tempat yang menyenangkan. aku selalu mencari alasan untuk menjauh dari kasur, menolak menatap langit-langit. kesepian itu mengerikan. maka, aku menghabiskan waktu dan bensin motor. dengan sepeda motor pinjaman, aku memutuskan untuk pergi keluar. kemana saja. melihat lukisan, berjalan di lorong-lorong rak buku, duduk di coffee shop, atau sekadar menghidupkan mesin motor dan melewati jalan yang sama berulang kali.

lewat pukul dua puluh dua. terbatuk-batuk knalpot motorku masuk halaman. pagar hijau, pagar tinggi dengan penutup yang lapuk dimakan air dan panas matahari mengamati dengan bisu. 
syaratnya cuma satu, aku tidak mau pulang ke kamar dan mendapati sepi duduk manis di kasur. aku tidak ingat pernah mengundangnya menginap. lagipula, sejak kapan kami mendadak jadi teman? 


di penghujung usia 20 aku mendadak mendapati diriku seperti kayu lapuk berjamur di musim hujan. kaku, kuyu, rapuh dan menyedihkan. satu paket.


***
mengganti umur bukan perkara mudah. kenapa orang bilang 'selamat'? 
salah satu hal paling menyebalkan mengenai ini adalah, bahwa kau akan mendapatkan lebih banyak pertanyaan. lebih banyak tuntutan. kekhawatiran yang naik satu level.  penyesalan yang semakin bertumpuk. seperti piring-piring kotor yang tidak lekas dicuci. daftar keinginan yang tidak kunjung didapat. kewajiban yang belum tunai. hak-hak yang terabaikan. lebih parah, berarti kau (lagi-lagi) punya waktu luang untuk memperpanjang daftar kenangan. 
orang-orang yang membaca tulisan ini pasti menyangka aku perempuan yang tidak bersyukur. manusia yang malah menyesali kesempatan waktu. padahal langit berbaik hati memberikan kesempatan lagi.
kesempatan untuk 'sibuk' lebih lama.


terserah. pertambahan usia tidak hanya tentang bersyukur. tidak hanya bersuka cita. bumi bulat menggenaskan ini sudah 21 kali berputar mengelilingi matahari dengan aku di atasnya. kalau hidup adalah soal pilihan, mungkin aku lebih suka jadi orang yang sinis. hidup juga tidak melulu tentang mimpi, ada realita dan teman-temannya. mungkin kau perlu membuka mata. begitu saja



selamat datang tahun 21. 

aku tidak mengharap kau jadi tahun yang manis. tidak usah berpura-pura baik. lakukan saja perintah langit yang sudah dituliskan tuhan. tentang bagaimana aku menerimanya, lihat saja nanti catatanku tahun depan. 

Comments

Popular posts from this blog

Sarkem, Jogja's Sex Stop

5 songs i over-played and never less love

Berpindah Kota