Amboi! 22 Tahun, Kawan, Usiaku Kini!

Amboi! Cantik sekali sang Bulan beberapa malam belakangan ini! 

Jadi, begini, Kawan. Usiaku genap menjadi dua angka kembar, 22, beberapa hari yang lalu. Tepatnya tanggal 27 Mei 2014. Seperti biasa, setiap tahun aku akan menulis sepatah dua patah kata untuk memperingati usia setahun sebelumnya; sekaligus pembukaan untuk satu tahun berikutnya. Aih, sedap nian bukan caraku ini? Sungguh terdidik dan mengharukan. Sebab, siapa lagi yang akan memperingati hari jadiku ini kalau bukan diri sendiri.


Ternyata, beginilah rasanya menjadi seorang perempuan berusia 22 tahun. Sungguh, biasa saja. 

Satu tahun belakangan, sungguh campur aduk rasanya. Ah, memangnya di tahun keberapa rupanya hidupku tidak campur aduk rasanya? Seluruh tahun hidup kita memang campur aduk, Kawan. Hanya saja, rasa yang dominan berbeda-beda. Tahunku berumur 21, rasa yang dominan adalah, seperti biasa, gundah gulana. Ya Tuhan, pantas saja teman-teman sejawatku selalu mengataiku 'galau'.

Sepertinya Tuhan sedang sangat bermurah hati saat meniupkan buhul-buhul perasaan ke jiwaku. Jadi, terlampau penuh dan tumpah ruahlah dia. Celakanya, orang-orang menganggap aku menderita penyakit gila nomor 27--gila galau--. Celakanya lagi, aku bermurah hati pula memajang perasaan-perasaan nan lemah lembut itu di setiap laman media sosialku. Makin menjadi-jadilah aku dikenai cap 'galau'. Padahal, tahu apalah mereka tentang perasaanku yang sebenarnya? Tapi aku bersyukur, setidaknya ternyata mereka mengamati hidupku. Setaralah aku ini dengan selebiritis kiranya.

Oh iya, Kawan, sekarang aku bekerja sebagai tenaga paruh waktu di salah satu penerbit buku di Jogja. Di penerbit buku yang dulu --dua tahun sebelumnya-- pernah aku berkata,"Aku tidak terlalu menyenangi buku-buku mereka. Tidak cukup bagus!"
Boleh jadi, perkataanku itu ditelan langit dan dimuntahkannya ke sekujur badanku tiga bulan yang lalu. Hati-hati berucap, Kawan. Pelajaran moral nomor 1 untuk perempuan berumur 21 tahun.

Ternyata, pekerjaan ini cukup menyenangkan. Aku bisa membaca buku-buku terbaru mereka, setidaknya tiga minggu sebelum dilemparkan ke pasar. Setiap bulan, paling tidak aku sudah harus khatam lima buku. Mulai dari buku ringan macam novel cinta atau kamus, sampai buku biografi setebal batako, Kawan. Sedap sekali. Aku bersyukur bekerja di sini. Sepertinya karirku nanti tidak akan jauh-jauh dari media sosial, kutaksir, bisalah aku menjadi menteri komunikasi dan informasi.

Tentang hari jadiku Kawan?
Aih, sungguh cantik, aku mendapat kejutan Kawan! Kejutan! Kue ulang tahun kiriman dari Ibunda dan Okonomiyaki berukiran saus dengan tulisan "Selamat Ulang Tahun" dalam bahasa Jepang dari dua orang teman.

Kue ulang tahun ini datang ke indekosku melalui tangan Yusviar, teman masa kecilku. Lelaki ini, sungguh baik hatinya. Walaupun kami cuma sempat bersama di dua tahun pertama sekolah dasar, kami bertemu kembali di kampungku. Lagipula, teman-teman masa SMA nya adalah teman-temanku juga. Walaupun SMA kami berbeda. Lingkar pertemanan di tempat kelahiranku, boleh dibilang sempit, Kawan. Ujung-ujungnya kami semua ini saling kenal.
Satu hal lagi, dia adalah anak kepala desaku, jadilah, kami sering memanggilnya dengan sebutan "Anak Pak Kades". Bapak dan Ibunya pun adalah tipikal orang-orang yang menyenangkan; mereka berteman pula dengan orang tuaku. Jadilah, orang tuaku pun mengenal Yusviar dengan baik, dan meminta bantuannya mengantarkan untukku kue ulang tahun.

Kue ini, Kawan, sungguhlah tercermin sekali adalah pilihan Ibuku. Ibuku, selalu menganggap aku sebagai gadis kecilnya yang tidak pernah beranjak dari usia 10 tahun. Maka, dipilihnyalah kue bulat dengan diameter 20 cm, berwarna pink pekat; dengan pelangi-pelangi yang melintas di atasnya. Ditambah pula dengan beberapa awan yang mengapung. Dan, terimakasih kepada adik bungsuku, dipilihlah olehnya gambar Hello Kitty yang tersenyum manja di atas kue itu. Persislah kueku itu seperti kue ulang tahun bocah TK.
Tapi, tak apalah. Bahagia sekali aku siang itu.

usiaku 22, Kawan, tapi lihatlah kue itu.. 

Aku juga mendapatkan hadiah dari temanku, Myke. Sebuah jam dinding! Jam dinding bulat berwarna kuning! Buncah sekali, Kawan! Sudah lama aku menaruh hati kepada jam ini. Kawanku ini, Myke, sungguh juga baik dan lapang hatinya. Sempat aku berpikir bahwa mereka berdua cocok. Tapi, ah, nantilah Kawan, siapa tahu ada jalan.

Bagai bulan bukan?


Selang dua hari, aku berniat mengunjungi tempat kerja temanku di salah satu restoran makanan Jepang. Tidak diduga, aku mendapat kue ulang tahun lagi! berbentuk Okonomiyaki, dengan ukiran saus bertuliskan ’おたんじょうびおめでとう’

ini Okonomiyakinya, Kawan, bertahtakan tulisan Jepang, bukan main!

Hatiku bahagia sekali memiliki teman semacam ini. Semoga mereka dilimpahi kebahagiaan seperti yang aku rasakan saat itu; setiap hari dan berlipat-lipat ganda.

***

Kawan, dengan predikat penyakit gila galau yang aku emban, maka, tak afdol rasanya jika aku tidak berbagi sekelumit kisah cintaku. Amboi, sungguhlah aku ini perempuan yang penuh-meluap-luap perasaannya.

**
Kisah cintaku, Kawan, tahun lalu, masih sama menggiriskannya dengan tahun yang lalunya lagi. Masih terkatung-katung; megap-megap kehabisan daya tahan. Kawan, pastilah sudah bosan dan jera mendengar bagaimana kisahku ini. Tentang seorang lelaki yang dirampoknya hatiku, dan disitanya dengan kejam. Sungguhlah dia membuatku merana; dan kemeranaanku ini, diketahui pula oleh orang-orang disekitarku --yang dengan kejamnya mengolok-olokku dengan sebutan semacam "Makanya, move on!"

Jatuh cinta dan patah hati itu adalah kawan akrab. Tidak pernah mereka datang bertandang ke rumah hati seseorang sendiri-sendiri. Maka, dengan lapang dada, manusia harus menyilakan keduanya masuk. 

Tapi Kawan, secara ajaib, pada hari ulang tahunku ini, hatiku rasa-rasanya dia pulangkan lagi ke tempatnya. Entahlah bagaimana caranya. Tiba-tiba saja aku kembali menguasainya. Meskipun babak belur dia. Tapi, aku bersyukur, Tuhan bermurah hati dan membuka mata batinnya untuk mengembalikan hatiku itu. Kutaksir, ini adalah hadiah ulang tahun darinya. Sungguh bijaksana dan terpuji.

Kawan, pelajaran moral yang aku petik dari kejadian ini adalah sebagai berikut, kusarikan dalam bahasa Inggris, biar nampak puitis:

"The very last thing you want to have in the day of your new age is, to lose faith on thing you've been believing the whole years. But, then, maybe, that's what you need the most. That's what you got to do. The very special gift you give to yourself."

Amboi, tidak diragukan lagi bukan betapa bijaknya aku ini.
Kisah cintaku ini, boleh jadi membuat aku merana, tapi Kawan, aku berani bertaruh, 6 tahun dari sekarang, aku pasti akan mengernyit dan tergelak-gelak apabila mengingatnya. Karena, memang demikianlah waktu mengajarkanku selama ini.

***
Nah, Kawan, demikian sajalah ceritaku di awal usia yang baru ini.
Semoga kau yang membaca ini, nantinya juga akan dilimpahi kebahagiaan di hari jadimu. Amin.

Tidak muluk-muluklah aku meminta kepada Tuhan kali ini. Semakin dewasa, aku semakin tahu, sebaik-baiknya permintaan adalah permintaan yang harus masuk akal. Semoga langit berkenan menumpahkan kebahagiaannya di hari-hari mendatang, semoga pula, aku ini menjadi perempuan berusia 22 tahun yang mampu memberikan rasa bahagia untuk orang-orang disekelilingku. Amin.



ps: oh iya, kalau kamu ngerasa tulisan ini mirip gayanya Andrea Hirata, memang. Aku barusan baca ulang Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Harap maklum. Aku benar-benar menyenangi buku beliau. Cuma latihan nulis seperti punyanya. :)

Comments

  1. Barakallahu fii umrik ya, Mbak Winny. Sejuta amin utk kebaikan mbak. *ketjup dari Makassar

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sarkem, Jogja's Sex Stop

5 songs i over-played and never less love

Berpindah Kota