sepotong
“Kamu tidak terpikir untuk menungguku?”
“Siapa bilang tidak?”
“Buktinya sekarang..”
“I have. i tried. Bukannya setelah itu kamu bilang “tidak perlu menungguku.” begitu kan?”
“Apa masih ada kesempatan? Untuk memperbaiki? Untuk mengulang?”
“Apanya yang mau diperbaiki kalau sudah
punya yang baru? Apanya yang mau diulang kalau memang sudah selesai?
Cerita kita bukan semacam bioskop Trans TV Gun, yang bisa diulang-ulang.”
“Tapi bukannya dulu kamu pernah bilang segala sesuatunya bisa diperbaiki?”
“I was once naive Gun. I am not. Aku
salah. Beberapa hal di hidup memang sebaiknya dibiarkan rusak, biar
kita bisa mendapatkan yang baru. Walaupun mungkin belum tahu apakah akan
lebih baik atau tidak.”
“Kamu berubah ya? Dulu kamu tidak seperti ini Gi. Mana Gi yang dulu aku kenal?”
“Dia sudah lama direnggut sesuatu yang disebut waktu Gun. People change, feelings change. Jangan bilang kamu tidak sama sekali. “
“Aku.. aku tidak terlalu tahu apa yang berubah. Tidak ada yang memberitahuku apa yang berubah.”
“Find someone to tell you then. Find someone, date, a year or two. She might know. Hehe.”
“Aku malas memulai yang baru Gi. Melelahkan harus belajar mengenal lagi dari awal. Menghabiskan waktu “
“Nah, itu salahmu Gun. Kenapa selalu malas
mencoba sesuatu yang baru. Bukannya dari dulu aku selalu bilang,’coba
Gun, coba saja.’. sebaiknya hilangkan itu, kamu mau sendiri terus?”
“Hahaha, dasar. Entahlah.”
“Hah, jawaban andalanmu. ‘Entahlah’. Mau
sampai kapan kamu memberi jawaban itu untuk setiap pertanyaan? Jujur
saja, aku tidak suka. ‘entahlah’ bukan kata yang ingin didengar oleh
seorang wanita Gun, terlebih. Kamu pikir kenapa dulu aku sering kesal
sama kamu?”
“Gi..”
“Apa?”
“Maafkan aku.”
“I have long forgiven you. Sama
sekali tidak ada marah yang tersisa sekarang Gun, kamu temanku sekarang.
Kamu kenal aku dengan baik. Aku tidak suka menyimpan dendam.”
“Aku tahu itu Gi, maka dari itu aku tahu kamu tidak sempurna melupakannya kan Gi? Kamu sendiri yang bilang, ‘I forgive not forget’ bukan begitu?”
“Yah. Mau bagaimana lagi? Terkadang ingatan
macam yang aku punya ini menyebalkan. Tapi dengan itu juga aku selalu
ingat hal-hal menyenangkan yang kamu lakukan untukku Gun. Percayalah.”
“Apa semua kenangan itu tidak cukup untuk
kamu bersamaku lagi Gi? Apa kamu tidak mau membuat lagi? Aku tidak
hanya rindu kamu Gi, aku rindu kita.”
“Manis sekali kata-katamu Gun. Belajar darimana? Twitter? Anyway, kamu pikir aku tidak? Memories do warm me up. But it’s also killing me. Haruki Murakami said so. It’s paradox. Sudahlah, jangan menyiksa diri dengan berharap Gun, aku sudah pernah melakukannya. Done that, been there. Rasanya sakit Gun. Kamu tahu kan maksudku?”
“Sangat. Tapi berharap itu macam candu Gi,
kau juga pasti tahu itu. Aku candu dengan semua pengharapan, penantian,
kemungkinan...”
“Kau tahu? Satu-satunya cara adalah menemukan seseorang seperti aku menemukanmu dulu.”
“Katakan padaku bagaimana menemukan sesuatu
dengan kenyataan bahwa satu-satu yang bisa dan ingin kau lihat hanyalah
satu hal? Kamu.”
“Hahaha. Jangan mulai Gun, itu hanya alasanmu.”
“Benar-benar tidak ada jalan? Kemungkinan? Sesedikitpun?”
“Gun, kemungkinan selalu ada. Walaupun dia
sekecil biji sawi. itu faktanya. Tapi, aku tidak tahu untuk hal ini.
Pastinya. Jodoh ada di tangan Tuhan Gun. Kita tidak pernah tahu apa yang
akan ada di depan sana. Pergilah melihat dunia luar Gun, buka mata
lebar-lebar. Temukan. Apapun itu. Selalu menyenangkan menemukan sesuatu
yang baru. Percayalah. Kehidupan tidak akan pernah tertukar kata penulis
favoritku.”
“Kamu cerdas sekali meyakinan orang Gi. Itu yang aku suka.”
“Hahaha. Kemampuan dari lahir. Sudah sore
Gun. Besok aku harus berangkat pagi sekali. Sekali lagi pergi dari sini,
Kau juga bukan? ”
“Begitulah. Apa kita bisa bertemu kembali?”
“Tentu Gun. Selalu ada kemungkinan. Ingat
kata-kataku. Selama nafas kita masih tertahan di tubuh masing-masing
akan selalu ada pertemuan. Entah dalam keadaan bagaimana.”
“Baiklah. Tolong ingat. Aku masih menunggu. Akan masih sampai kau memaksaku berhenti.”
“Aku tidak punya hak untuk itu. Itu hakmu. Lakukan sesukamu. Aku hanya mengingatkan.”
tapi mungkin Tuhan tidak pernah benar-benar mau menjadikan mereka dalam satu alamat yang sama. sesekali saja dipertemukan di persimpangan jalan. sekali-dua. berpapasan. tapi tidak lagi benar-benar bertukar pandangan.
lamat laun. bersilang. menjauh dan mengecil dari mata masing-masing.
pict from ig mandy_faith |
Comments
Post a Comment